Hampir seperempat abad yang lalu, olahraga renang identik dengan keluarga Nasution.
Putri-putri sang
pelatih Radja Nasution yaitu Elvira Rosa, Elsa Manora, Maya Masita, Kevin Rose
serta si bungsu Akbar Nasution mendominasi kolam renang.
Tapi masa keemasan
mereka telah berlalu. Elvira Rosa kini menetap di California, AS, dan melatih
renang bersama suaminya yang juga mantan perenang Gerald Item.
Sedangkan Kevin
dan Akbar kini membantu sang papa melatih klub renang Pari Sakti.
Lantas siapa
perenang potensial Indonesia masa depan? Salah satu atlet andalan Indonesia
saat ini adalah Ricky Anggawijaya.
"Ricky
berasal dari salah satu klub di Bandung, Jawa Barat. Usianya baru 17 tahun tapi
sangat berbakat dan sudah beberapa kali merebut gelar juara," kata Kepala
Bidang Pembinaan dan Prestasi Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI), Heru
Purwanto, dalam wawancara dengan BBC Indonesia.
Nomor andalan
Ricky adalah gaya punggung dan renang jarak jauh di perairan terbuka. "Ia
sangat fleksibel, bisa masuk ke gaya dan nomor apa saja dan itu juga salah satu
kelebihan dia," tutur Heru.
Selain Ricky,
atlet andalan lainnya adalah Indra Gunawan. Ia terbilang atlet senior karena
usianya telah mencapai 25 tahun.
"Meski
umumnya usia 25 itu sudah masuk usia terbilang senja kalau di olahraga, tapi
itu bukan jaminan juga karena kita ingat Richard Sambera yang berprestasi di
usia 30an," kata Heru.
Ia menambahkan
bahwa Richard adalah karakter atlet yang sangat disiplin. "Dari jadwal
latihan, jam tidur hingga pola makan Richard itu luar biasa disiplinnya."
Kasus doping
Ricky Anggawijaya
Lahir pada 23 Mei
1996
merebut medali
perak dan emas untuk nomor gaya punggung 200 m dan 100 m pada Asian Youth Games
2013 di Cina
merebut medali
emas di ASEAN School Games 2013 di nomor punggung 200 m di Hanoi, Vietnam
merebut medali
emas dari gaya punggung perseorangan dan estafet di PON 2012
merebut medali
perak SEA Games di Palembang untuk nomor renang perairan 5 km
Target berikutnya:
Juara Olimpiade
Meski termasuk
perenang nasional andalan, bulan Juli lalu, dunia olahraga Indonesia dikejutkan
dengan kabar kasus doping yang menimpa Indra dan rekannya Guntur Pratama Putra
di ajang Asian Indoors and Martial Arts Games in Incheon, Korea Selatan.
Mereka dinyatakan
positif menggunakan doping berjenis zat Methylhexaneamine yang masuk melalui
suplemen, yang mereka gunakan sebelum berlomba.
Investigasi
menemukan bahwa keduanya tidak mengetahui bahwa suplemen makanan yang mereka
konsumsi mengandung zat terlarang tersebut.
Tapi apa mau di
kata, nasi telah menjadi bubur. Gelar juara dan medali dari nomor 50 meter gaya
dada yang diraih Indra terpaksa dicabut dan keduanya menerima hukuman berupa
larangan bertanding selama tiga bulan mulai 13 Agustus 2013 oleh Dewan Anti
Doping Indonesia.
Insiden itu
membuat publik terhenyak tapi di sisi lain masyarakat kembali memusatkan
perhatian pada perkembangan olahraga renang di Indonesia.
Heru Purwanto
mengatakan peristiwa itu menjadi pelajaran mahal bagi PRSI.
"Kami
berusaha melakukan sosialisasi dan semacam penyuluhan semaksimal mungkin untuk
mengedukasi para atlet mengenai pentingnya mengetahui zat apa saja yang
terlarang, suplemen apa yang boleh dikonsumsi atau harus dihindari dan juga
konsekuensi jika mereka tidak memperhatikannya," kata Heru.
PRSI berusaha
bangkit dari keterpurukan dengan melakukan persiapan menghadapi SEA Games bulan
Desember mendatang di Myanmar yang menargetkan enam medali emas.
Saat saya
menanyakan tentang persiapan, Heru mengatakan sesi latihan sangat ketat dan
penuh disiplin meski menghadapi keterbatasan.
Ia mengakui PRSI
menghadapi kendala termasuk kurangnya sarana kolam untuk latihan.
"Sulit bagi
kita untuk latihan benar di tempat yang sarananya memadai dan sesuai standar,
karena di Senayan kita berebut dengan dengan klub-klub renang yang ada di
Jakarta sehingga waktu kita terbatas dan tidak bisa maksimal," tuturnya.
"Kita
terpaksa berlatih di kolam sebuah hotel di Cikini, Jakarta, itu lumayan tapi
kan kolamnya belum dapat sertifikasi standar internasional," tambahnya.
Ia menyayangkan
kurangnya perawatan yang dilakukan pemerintah terhadap sarana yang sebenarnya
bagus dan masih baru tapi sudah terbengkalai.
"Di
Pekanbaru, Riau dan juga di Stadion Jakabaring di Palembang punya kolam yang
bagus tapi waktu kami latihan di sana, anak-anak mengeluh mereka gatal-gatal
jadi airnya tidak bersih, ini yang menurut kami tidak mendukung," kata
Heru.
"Kita sering
membangun tapi tak bisa merawat. Sarana PON di Kaltim itu bagus tapi baru satu
tahun airnya sudah hijau berlumut jadi kita perlu pembelajaran bagaimana
menjadi venue manager untuk menyikapi langkanya sarana di Jakarta," kata
dia.
Diam-diam
berprestasi
Namun
tantangan-tantangan itu tidak menyurutkan semangat PRSI yang juga membawahi
cabang polo air, renang perairan terbuka, renang indah dan loncat indah untuk
mengejar prestasi.
"Semua cabang
olahraga saya yakin menghadapi tantangan yang kurang lebih sama dan kami harus
berusaha menjaga semangat anak-anak. Salah satu contohnya waktu Menpora Roy
Suryo bilang tak akan ada bonus untuk SEA Games tahun ini, memang ada beberapa
atlet yang kecewa tapi mayoritas tidak terpengaruh," kata Heru.
Ia juga
mengupayakan agar semua cabang olahraga akuatik mendapat perhatian yang sama.
"Polo air
misalnya, diam-diam menghanyutkan dan berprestasi karena sudah mencetak
prestasi sebagai tim terbaik di Asia Tenggara dan sudah mengikuti kejuaraan
dunia dua kali," tambahnya.
Tim polo air
Indonesia dibentuk pada 2005 dan pada 2011 lolos kualifikasi kejuaraan dunia di
Italia serta 2012 di Australia.
"Kita
berhasil meraih peringkat ke-13 dari 16 negara di Australia dan kita
satu-satunya tim polo air dari Asia Tenggara yang tampil di Kejuaraan
Dunia," kata Heru.
Dengan bibit
potensial seperti Ricky dan gemilang prestasi di polo air, apakah cabang renang
Indonesia berada di masa terbaiknya?
"Belum, masih
banyak yang harus dilakukan, masih banyak yang harus dibenahi tapi semangat
yang ada saat ini kami usahakan jangan sampai pudar," tutup Heru.